Berbagi Informasi Dari Sang Fakir Ilmu, Let's Join ...

Senin, 09 Mei 2011

PENDIDIKAN KARAKTER MELALUI PELESTARIAN KEBUDAYAAN SASAK, SAMAWA, MBOJO (SASAMBO) DI NUSA TENGGARA BARAT

Share this history on :

Era pembangunan bidang pendidikan di Nusa Tenggara Barat (NTB) bergulir dinamis sehingga diperlukan tangan-tangan dingin untuk mengelola bidang pendidikan tersebut. Terobosan dan inovasi dilakukan pemerintah daerah untuk meningkatkan derajat pendidikan bagi masyarakatnya. Rendahnya posisi Human Development Index atau yang dikenal dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) NTB yang berada pada posisi ke 32 dari 33 provinsi di Indonesia membuat Pemerintah Provinsi NTB saat ini terus melakukan berbagai percepatan dalam proses pembangunan daerah ini khususnya bidang pendidikan, karena komponen pendidikanlah yang memberikan kontribusi negatif pada rendahnya IPM tersebut. Berbagai upaya menuju hal tersebut terus dilakukan pemerintah provinsi ini dengan meningkatkan kualitas guru di NTB dan mengedepankan pendidikan karakter bagi generasi NTB. NTB menginginkan generasi daerah ini adalah anak-anak yang bangga menjadi NTB dengan pendekatan pendidikan karakter agar generasi muda NTB cerdas emosionalnya. Betapa pentingnya pendidikan karakter bagi anak-anak dengan memberikan sentuhan seni dan budaya dalam dunia pendidikan di NTB mengingat NTB memiliki budaya yang sangat menarik dan dapat dijadikan sebagai aset budaya internasional karena bangsa yang beradab adalah bangsa yang berbudaya. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah daerah  atau disingkat RPJMD 2009-2013, untuk membangun daya saing daerah NTB adalah dengan mengembangkan nilai-nilai budaya kearifan lokal dan nilai-nilai luhur yang dimiliki daerah tersebut, itulah kunci dan urat nadi pembangunan daerah. Melakukan sentuhan hati nurani lewat penguatan pendidikan karakter.
Ide dan nilai yang terkandung dalam misi pembangunan NTB sangat jelas agar daerah ini setara dengan daerah lainnya. Karena itu, penting untuk memulainya dari penerapan pendidikan berkarakter. Bicara soal mutu penddikan, tentu saja harus dimulai dari kelas yang bermutu pula maka dari itu diperlukan sekolah yang dapat membangun karakter dari peserta didiknya terutama karakter kebudayaan itu sendiri atau lebihnya sekolah berkarakter. Untuk sekolah berkarakter tersebut, pemerintah sudah menyediakan 10 juta rupiah untuk masing-masing sekolah dan menunjuk 10 sekolah untuk disiapkan menjalani sekolah berkarakter.  Untuk mewujudkan hal itu, pastilah diperlukan guru yang juga berkualitas tinggi. Selain itu NTB membentuk guru-guru yang inovatif dan kreatif agar tidak monoton dalam mengajar. Guru harus tampil menarik agar siswa tidak bosan sehingga suasana kelas menjadi menyenangkan. Guru juga harus menguasai teknologi agar tidak ketinggalan dari siswanya.  Materi-materi pendidikan karakter dinilai sangat penting untuk generasi masa depan. Manusia harus sehat dalam seluruh dimensi kehidupannya baik akal maupun kepribadiannya. Tidak hanya aspek kongnitif semata melainkan juga aspek kemuliaannya. Para guru diharapkan senantiasa mengedepankan dan mengajarkan kejujuran pada anak didik agar terbangun budaya bangsa yang berkarakter jujur. Pembangunan pendidikan pada dasarnya memiliki misi yang sangat mulia, yaitu membangun insan yang memiliki ilmu pengetahuan, berakhlak mulia, sehat, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis  serta bertanggung jawab. Pembangunan pendidikan merupakan suatu upaya terpadu dalam rangka meningkatkan kemampuan teknis serta mengembangkan kepribadian yang kokoh dan membantuk karakter yang kuat.
Menurut Gubernur NTB, pengembangan pendidikan dan karakter bangsa tidak cukup dengan memberikan porsi yang besar pada aspek kecerdasan akademik semata, melainkan perlunya pemberian alokasi dan porsi yang seimbang tentang kurikulum pendidikan yang berwawasan pembinaan kepribadian, antara lain, pendidikan agama, pendidikan kewarganegaraan, pendidikan Bahasa Indonesia, pendidikan bahasa daerah dan  pelajaran muatan lokal lainnya, terutama yang berkaitan langsung dengan pembangunan sikap mental dan prilaku serta nilai-nilai moral dan adat setempat. Gubernur mengatakan sistem pendidikan nasional saat ini, terkesan masih “menganaktirikan” pendidikan budi pekerti. Terlebih lagi dengan pola ujian nasional (UN) yang dijadikan salah satu alat ukur utama dalam meningkatkan prestasi siswa, cenderung memberikan pengaruh yang kurang positif bagi pengembangan pribadi dan penguatan karakter siswa maupun masyarakat.
Pola ujian nasional yang hanya menempatkan beberapa mata pelajaran umum sebagai mata pelajaran inti yang diujikan, telah mengubah cara pandang siswa dan masyarakat terhadap mata pelajaran budi pekerti yang dianggap tidak penting. Akibatnya,  muncul pandangan baru, “asalkan lulus mata pelajaran ujian nasional, maka pribadi dan karakter tidak menjadi masalah”. Konsekuensi dari pergeseran pandangan tersebut, melahirkan generasi yang cerdas dan pintar secara akademik, tetapi kering kepribadian. Karena itu, banyak kasus yang memprihatinkan dewasa ini yang kerap disaksikan seperti kasus anak bunuh diri, perkelahian pelajar, pembocoran soal dan perilaku tidak jujur lainnya, Dampaknya terhadap pengembangan pribadi dan pembangunan karakter sangat  kontradiktif.

            Salah satu solusi untuk mengatasi ketimpangan tersebut, adalah menempatkan mata pelajaran pembinaan budi pekerti setara dan seimbang dengan muatan-muatan pendidikan inti lainnya. Pendidikan agama dan muatan lokal budi pekerti harus diberi porsi yang lebih besar, bukan sekedar dijadikan sebagai  pelengkap. Dalam proses pendidikan yang harus diperhatikan bukan capaian aspek kognitif semata melainkan juga harus dipahami sebagai pembentukan karakter. Peran penting bagi pendidikan karakter anak-anak ada di orang tua. Orang tua harus paham bahwa kewajiban mendidik anak adalah juga tanggung jawabnya, jangan diserahkan sepenuhnya pada guru saja. “Kesempatan guru mendidik anak-anak di sekolah hanya 6 jam sehari, sedangkan orang tua memiliki waktu 18 jam dalam sehari. Dan keteladanan keluargalah yang menjadi panutan utama anak-anak.
Berangkat dari hal tersebut, Pemerintah Provinsi NTB kini gencar mendorong minat baca masyarakat terutama para murid dan siswa dan juga memasukan nilai-nilai kearifan lokal budaya yang dimiliki tiga suku besar di NTB yakni Sasak (Lombok), Samawa (Sumbawa) dan Mbojo (Bima dan Dompu) atau yang dikenal dengan suku Sasambo. Dengan tegas Gubernur mengatakan bahwa seluruh peserta didik di NTB baik negeri maupun swasta agar mengajarkan muatan lokal tentang budaya Sasambo. Satu hal penting yang ditekankan Gubernur adalah, menambah koleksi perpustakaan sekolah dengan buku-buku yang berisi tentang Sasambo. Keseriusan ini tampak benar dari akan dilaksanakannya pelatihan guru muatan lokal dan pada akhir tahun 2011 ini, akan diadakan kegiatan evaluasi berupa lomba sekolah berwawasan Sasambo. Maka tidak kurang dari 200 judul buku yang berbicara tentang NTB direkomendasikan Dikpora NTB untuk mengisi perpustakaan-perpustakaan sekolah di NTB. Yang membanggakan adalah, buku-buku tersebut adalah karya-karya penulis-penulis lokal dari daerah ini. “Alangkah bahagianya, jika semua perpustakaan sekolah dapat mengoleksi buku-buku muatan lokal yang ditulis oleh penulis-penulis NTB. Kearifan-kearifan lokal yang terkandung dalam buku-buku ini menjadi bacaan anak-anak sekolah sehingga dapat memberikan pengaruh baik dalam pembentukan karakter. Keberagaman buku perpustakaan akan memberikan dampak yang signifikan bagi pembentukan karakter anak-anak didik jika mereka terdorong untuk gemar membaca, lanjutnya. Hingga saat ini, Sekolah Dasar yang memiliki perpustakaan 60%, SMP negeri 100% telah memiliki perpustakaan dan swasta belum seluruhnya. Sedangkan 100% SMU negeri juga telah memiliki perpustkaan dan swasta belum seluruhnya. Ke depannya, akan diuapayakan agar seluruh sekolah di NTB memiliki perpustakaan.
Setelah menyoroti bagaimana upaya pemerintah dalam mengedepankan pendidikan karakter sehingga tidak menghilangkan budaya Sasambo yang ada di NTB yang merupakan identitas dari masyarakat NTB itu sendiri, maka sekarang bagaimana kita dapat membayangkan dan mengangan-angankan tentang kelestarian dari budaya yang ada di NTB tersebut. Jika karakter setiap peserta didik dapat dibangun melalui pendidikan karakter maka kita tidak akan pernah merasa takut untuk hilangnya kebudayaan kita karena tentunya sudah secara otomatis budaya tersebut akan tetap lestari dan bahkan berkembang hingga akhirnya yang kita harapakan dapat menjadi sorotan sampai ke dunia internasional. Sudah banyak sekali fakta yang memperlihatkan bagaimana seseorang yang sudah tertanam dalam dirinya tentang kebudayaan yang ada di daerahnya lebih-lebih misalkan itu adalah kebudayaan Sasambo tersebut maka sebenarnya dia  telah meresapi pendidikan  karakter dalam jiwanya. Jadi sudah sangat jelas sekali bagaimana hubungan antara pembentukan karakter di Sekolah Menengah dengan pelestarian dari budaya Sasambo di Nusa Tenggara Barat.
            Antara budaya Sasak, Samawa, dan Mbojo merupakan satu jiwa dalam ruang lingkup budaya Nusa Tenggara karena kebudayaan yang dikembangkan oleh suatu suku bangsa di Indonesia lebih-lebih dalam satu rumpun kepulauan apabila ditelusuri akan dijumpai beberapa persamaan disamping perbedaan yang diakibatkan oleh pengaruh lingkungan maupun pengaruh budaya lain yang pernah beradaptasi di dalamnya. Seperti adanya kemiripan antara budaya Sasak, Samawa, dan Mbojo berupa budaya saling bertutur sapa dan saling menghargai antar suku. Oleh karena itu, antara suku di NTB dapat selalu bersatu dalam kebudayaan Nusa Tenggara.
Baik itu budaya Sasak, Samawa dan Mbojo yang terangkum dalam budaya NTB akan tetap terjaga kelestarian dan keaslian dari masing-masing daerahnya jika pendidikan karakter tersebut dapat terlaksana di tingkat Sekolah Menengah dengan baik. Budaya Sasak baik itu berupa kebudayaan dalam tingkah laku seperti saling sapa dan berjabat tangan, saling menjenguk, maupun budaya saling menghargai akan tersimpan rapi dalam benak setiap warga sasak. Begitu pula dengan budaya sasak Peresean, Bau Nyale, Gendang Beleq akan menjadi karakter dari warga sasak karena kebudayaan tersebut adalah jati diri orang Sasak. Budaya Sumbawa juga yang berupa budi pekerti yang diajarkan sejak kecil maupun budaya Tari Tanak akan tetap terjaga keasliannya di tanah Sumbawa. Kebanggaan itu juga akan dirasakan oleh warga Bima bilamana kebudayaan untuk daerah tersebut yang berupa budaya Rimpu bagi perempuan maupun budaya Katente Tembe bagi laki-laki tetap terjaga dalam kehidupan warga Bima. Begitu aset budaya Bima berupa Pacoa Jara maupun budaya Adu Kepala akan tetap menjadi perhatian bahkan oleh warga asing atau internasional. Tatkala jika pendidikan karakter tersebut sudah berjalan maka pemerintah tidak perlu bersusah payah untuk menyuarakan pelestarian dari kebudayaan yang ada di daerah NTB itu sendiri melainkan hanya perlu menjadi fasilitator dalam pelaksanaan pendidikan berkarakter tersebut.

0 komentar:

Posting Komentar

KOMENTAR DISINI !!!

Iklan

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Web Hosting